Penangkap Pari Manta di Lamakera
Transformasi Manta Menjadi Wisata Bahari Perikanan di Indonesia
Secara umum nelayan Indonesia baik yang menggunakan alat tangkap tradisional maupun penangkapan moderen sejak beberapa dekade terakhir telah menangkap pari manta sebagai salah satu produk yang bernilai ekonomis tinggi. Secara umum, ikan pari manta tidak menjadi target utama penangkapan nelayan dan hanya tertangkap sebagai by-catch, namun demikian sebagian nelayan di wilayah NTB dan NTT melakukan kegiatan penangkapan pari manta untuk dijual insangnya. Menurut hasil penelitian iLCP Dalam beberapa tahun terakhir, pari manta semakin tereksploitasi, dimana hasil ekploitasi tersebut memanfaatkan insang yang dijual kecina Cina sebagi obat untuk menyaring segala penyakit, dan juga daging serta kulit yang dikonsumsi secara lokal. Kegiatan ini telah memicu perhatian untuk menetapkan dua jenis pari manta, yaitu pari manta karang (Manta alfredi) dan pari manta oseanik (Manta birostris), sebagai ikan yang dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor. 4/KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan PenuhIkan Pari Manta. Penetapan status perlindungan pari manta ini mengacu pada kriteria jenis ikan yang dilindungi seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, diantarantya adalah : populasinya rawan terancam punah, masuk dalam kategori biota langka, teah terjadi penurunan jumlah populasi ikan di alam secara drastis, dan/atau tingkat kemampuan reproduksi yang rendah. Ujar Dirjen KP3K, Sudirman Saad di Jakarta (21/2/2014).
Dengan peraturan baru yang melarang manta untuk dipancing atau diperdagangkan, sayangnya kenyataannya adalah bahwa Indonesia tidak memiliki sumber daya dan tenaga kerja yang berintegritas untuk memastikan kepatuhan dan ketaatan melalui mekanisme penegakan hukum yang konsisten. Hal ini disebabkan karenakan luasnya daerah dan banyaknya masyarakat nelayan yang tersebar di sepanjang nusantara.
Stigma pemikiran diatas tidak mengherankan bahwa sejak penciptaan aturan pelarangan tersebut, pemandangan perburuan manta di Indonesia masih terus berlangsung hingga saat ini. meskipun saat ini rezim Jokowi - JK memiliki visi pembangunan pada poros maritim dengan domain khusus demi terwujudnya negara maritim yang menjadi tuan rumah bagi negaranya sendiri dan meningkatkan ekpspor hasil-hasil laut.
Pembentukan hukum perikanan dengan mekanisme penegakan hanya akan efektif bila dibarengi dengan program-program yang memenuhi kebutuhan mata pencaharian masyarakat yang terkena dampak. Secara spesifik nelayan kecil yang terkena dampak akan aturan ini adalah masyarakat nelayan LAMAKERA. Nelayan LAMAKERA adalah salah satu dari ribuan penangkap pari di Indonesia. Lamakera sejak beberapa ratusan tahun lalu merupakan nelayan ulung yang menangkap pari dan paus dengan alat tangkap tradisional seadanya. masyarakat Lamakera tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam sebab topografi tanah tidak mendukung kegiatan ini. sehingga kegiatan melaut merupakan warisan utama para leluhur.
Pemberlakuan aturan yang tak seiring dengan solusi alternif bagi masyarakat terkena dampak masih menjadi momok bagi masyarakat Lamakera untuk berhenti berburu dan mengalihkan perhatiannya untuk mengelolah dan mengkonversi kawasan menjadi wisata bahari yang lebih menjajikan.
akar permasahalan dengan pemetaan ancaman terhadap opini pengembangan pariwisata bagi masyarakat Lamakera oleh pemangku kepentingan atau pemerintah daerah seolah merupakan nyayian belaka. kekuatan pembangunan sepenuhnya berada pada para cendekiawan maupun tokoh-tokoh tertentu ditengah masyarakat LAMAKERA.
Kutipan dari : International League of Conservation Fotografer di Ocean Views on September 17, 2014
foto oleh iLCP Fellow Shawn Heinrichs
diterjamahkan oleh abdicompter@gmail.com